Perbatasan Palestina dan Israel selalu menarik untuk diperhatikan. Ketika raga tidak berkonfrontrasi, maka pohon yang mengambil alih peran sebagai invader. Gejala ini terlihat jelas di West Bank, di mana tanah bercabang dua (bifurcated): pohon pinus sebagai representasi Israel dan pohon zaitun mewakili Palestina.
Penandaan perbatasan ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dilandasi pada keyakinan “land without people is for people without land”. Walaupun tanah tersebut jelas-jelas merupakan milik Palestina, tetapi pada saat itu tidak berpenghuni, dan dianggap sebagai lahan mati.
Menurut Ottoman Land Code article 78, kepemilikan tanah secara legal akan diberikan pada mereka yang menggarap dan menanami tanah (cultivated) selama 10 tahun. Perturan tersebut dilandaskan pada konsep terra-nullius (tanah kosong) yang ditingkahi paham John Lockean yang menyatakan bahwa “the initiator of the idea that labored nature established ownership”. Sejak awal pendudukan, Israel menanam pohon pinus di area West Bank dan mencoba mengklaim tanah lewat pengadilan berdasarkan article 78. Pengadilan yang memakan waktu bertahun-tahun menjadikan perbatasan itu semakin dinamis. Palestina yang menyadari wilayahnya berada dalam ancaman segera menanam pohon zaitun.
Alasan Israel memilih pohon pinus karena ia cepat tumbuh, (secara mudah mengklaim usia kultivasi 10 tahun karena tinggi pohon), visible oleh mata telanjang, dan membangun demarkasi yang sangat jelas antara tanah pendudukan dan Palestina--terutama melalui foto satelit, dan tidak bisa dipindahkan. Orang Palestina tak kalah cerdik, mereka menanam zaitun karena article 78 mensyaratkan “cultivated” yaitu pohon yang bisa dijadikan bahan konsumsi.
Selama pengklaiman tanah bergulir di pengadilan, penjaga perbatasan Israel rajin mencabut pohon zaitun dan menggantinya dengan pinus untuk memperluas area. Sebaliknya, Palestina sibuk menebang pohon pinus dan menanamnya dengan zaitun untuk merebut lagi tanah mereka. Penanaman, pencabutan, penanaman kembali, dan mencabut kembali adalah aktivitas “perang sipil” yang terjadi di West Bank selama bertahun-tahun, sampai akhirnya pengadilan memutuskan bahwa klaim tanah Israel ditolak karena pohon pinus bukan “cultivated vegetation”. Tentu saja keputusan ini mengundang reaksi dan wacana tentang pinus berkembang dan berujung pada kesimpulan bahwa pinus juga pohon kultivasi karena biji pinus bisa dimakan dan ranting pinus bisa dikonsumsi oleh kambing.
Sampai saat ini perebutan tanah masih berlangsung. Melalui JNF , Israel mengumpulkan dana untuk membeli lebih banyak pohon untuk ditanam, baik lewat sumbangan-sumbangan kecil oleh anak-anak maupun dalam skala besar. Oleh karena media massa lebih tertarik dengan perang bersenjata, maka perang sipil ini luput dari perhatian. Tanpa menumpahkan darah dan secara diam-diam, sedikit demi sedikit tanah Palestina beralih tangan..
(Disarikan dari “The Tree is the Enemy of Soldier”: A Sociological Making of War Landscapes in the Occupied West Bank. Irus Braverman)
1 komentar:
nice post....
menurut beberapa sumber, orang2 yahudi skrg juga sedang banyak2 nanam pohon gharqad, pohon tempat persembunyian terakhir orang2 yahudi di sebelum datang hari kiamat. Ironi, mereka tdk mau mengakui islam, tapi percaya abis dengan hadits mashur yang diriwayatkan Muslim itu...:)
check this out
salam
yanyan
Posting Komentar